Pembatasan Kebun Sawit











DI tengah boomingnya perkebunan sawit di berbagai daerah di Kalsel dalam beberapa tahun terakhir, Pemerintah Kabupaten Tanah Laut mengeluarkan kebijakan menyetop masuknya investasi baru sektor perkebunan sawit di daerah tersebut.
Kebijakan yang tergolong berani tersebut untuk menyeimbangkan investasi dan komoditas perkebunan. Perkebunan sawit yang ada di Tala sudah cukup luas sehingga sulit mencari lahan baru karena lahan potensial telah habis dikavling HGU (hak guna usaha).

Perusahaan yang sudah ada saat ini, juga kesulitan menambah luas lahan, pengembangan kebun sawit hanya diarahkan dengan sistem plasma atau bekerja sama dengan petani sawit, sehingga kehidupan ekonomi masyarakat juga ikut terangkat.

Saat ini luas perkebunan kelapa sawit di Tanahlaut mencapai ratusan ribu hektare, dengan jumlah perusahaan mencapai puluhan, meliputi perusahaan besar swasta, perusahaan negara hingga perkebunan rakyat. Sedangkan se-Kalimantan Selatan luas perkebunan sawit mencapai 319.869 hektare, terdiri atas perkebunan rakyat 39.089 hektare, Perkebunan Besar Negara 136.308 hektare, dan Perkebunan Besar swasta 239.570 hektare.

Walaupun baru berupa kebijakan, langkah yang diambil Pemda Tanahlaut menyetop investasi baru perkebunan sawit di daerahnya seharusnya bisa diikuti daerah lain. Mengingat kecenderungan infasi sawit yang begitu jor-joran turut andil dalam mengurangi luas lahan pertanian dan beralih fungsi menjadi lahan sawit yang dianggap lebih menguntungkan. Akibatnya, luas lahan pertanian semakin terbatas dan produksi pertanian lokal kian menurun.

Harus diingat, kerusakan lingkungan yang ditimbulkan sawit juga tidak jauh berbeda dengan pertambangan batu bara. Pasalnya setelah ditanami sawit yang rakus air tersebut, daerah itu nantinya akan menjadi tandus dan kering. Banyak petani mengeluhkan lahan pertanian mereka yang berbatasan dengan kebun sawit perusahaan mengalami kekeringan karena kalah bersaing mendapatkan air dengan sawit.

Saat ini perkembangan sawit di Kalsel sudah mulai menjamah kawasan rawa yang selama ini menjadi bagian kehidupan masyarakat Banua, untuk memenuhi keperluan hidup sehari-hari seperti sebagai cadangan air dan tempat hidupnya ikan-ikan yang bisa menjadi keperluan masyarakat. Berdasakan data Walhi Kalsel, saat ini ada 19 perusahaan yang memanfaatkan lahan rawa untuk perkebunan sawit, yang tersebar di enam kabupaten yang ada di Kalsel, dengan mengavling lahan seluas 201.813 hektare.

Dampak negatif lain kehadiran perusahaan sawit, ikut memicu terjadinya konflik horizontal antara warga sekitar dengan perusahaan perkebunan sawit di beberapa daerah seperti di HSS, Tabalong, Tanahbubum dan Kotabaru, yang dipicu klaim kepemilikan, ganti rugi lahan warga maupun sikap perusahaan yang cenderung mengabaikan kepentingan masyarakat.

Untuk mengotrol kewajiban perusahan terhadap masyarakat, intansi terkait dalam hal ini Dinas Perkebunan harus selalu proaktif melakukan pemantauan sehingga bisa meminimalisasi terjadinya pelanggaran.

Dengan penyetopan investasi baru, perusahaan perkebunan bisa lebih mengoftimalkan kerjasama dan pembinaan masyarakat melalui sistem kebun plasma, sebagaimana kewajiban perusahaan memplasmakan 20 persen dari luas kebunnya.

Yang lebih penting agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat, perlu adanya aturan hukum yang mengatur tentang tanaman sawit tersebut, mengingat pertumbuhan lahan sawit kian merajalela di daerah ini. Jika tidak diantisipasi, dikhawatirkan semakin menimbulkan keresahan di masyarakat yang berujung konflik di mana-mana. (*)

Sumber:


Untuk Melihat Peta Dinas Perkebunan Kelapa Sawit Kalimantan Selatan klik disini.


Peta Kelapa Sawit KalSelDinas Perkebunan KalSel




Share on :
 
© Copyright Collection Blog 2011 - Some rights reserved | Powered by Blogger.com.
Template Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates and Theme4all